*Catatan Umaruddin Masdar, Sekretaris DPW PKB DIY
Bulan Ramadan adalah bulan mulia, bulan al-Quran dan bulan bertabur berkah dan kebaikan. Namun, bagi sebagian muslim, bulan Ramadan juga bulan penuh duka. Karena dalam sejarah Indonesia, ada 5 ulama besar Indonesia yang wafat di bulan Ramadan ini. Mereka adalah KH Machrus Ali Lirboyo Kediri (wafat 6 Ramadan 1405 H), KH M Hasyim Asy’ari (wafat 7 Ramadan 1366 H), KH Ma’shum Lasem (wafat 12 Ramadan 1392 H), KH Manaf Abdul Karim Lirboyo (wafat 21 Ramadan 1374 H) dan Mbah Dalhar Watucongol (wafat 29 Ramadan 1378 H).
Dalam rangka memperingati hari wafatnya lima ulama besar tersebut, DPW PKB DIY menggelar acara “Haul 5 Ulama Besar Indonesia: Tahlil dan Doa untuk Indonesia”, pada Jumat, 22 April 2022 di Kantor DPW PKB DIY.
Acara haul tersebut dimaksudkan untuk, pertama, mengisi dan menyambut sepertiga terakhir Ramadan dengan kegiatan keagamaan yang bermanfaat.
Kedua, mendoakan agar Indonesia tetap kuat, damai dan selamat. Khususnya dalam menyambut Idul Fitri 2022, di mana hampir 100 juta warga Indonesia akan melakukan mudik, semoga yang mudik diberi kelancaran dan keselamatan.
Ketiga, haul merupakan wujud cinta kepada ulama, ajarannya dan perjuangannya. Cinta ulama adalah fondasi sikap keberagamaan berdasarkan ilmu yang mendalam dan menyeluruh, sehingga seorang muslim bisa terhindar dari pemikiran agama yang dangkal, kaku dan radikal.
Keempat, peringatan haul merupakan wujud syukur dan terima kasih kepada para ulama, di mana mereka telah meletakkan dasar-dasar pemikiran agama yang moderat di satu sisi, dan pemikiran keagamaan yang menyatu dengan kesadaran utuh tentang nilai kebangsaan dan cinta tanah air (nasionalisme). Mereka bukan hanya melahirkan jutaan umat yang beragama secara moderat, tapi juga jutaan umat yang berwawasan nasionalis. Di mana nasionalisme ulama menyatu kokoh dengan pemikiran keagamaannya, sehingga menjadi nasioalisme yang mendarah daging, bukan nasionalisme yang sekadar jargon.
Negara mengeluarkan dana ratusan triliun tiap tahun untuk menjaga keamanan dan kedaulatannya. Tapi para ulama dan pengikutnya meski tanpa didanai negara, lahir batin menjaga dan mencintai tanah airnya sebagai bagian dari keimanannya yang abadi.
Karena itu, haul sebagai tradisi tahunan, sebenarnya merupakan upaya untuk terus menghidupkan pemikiran dan jalan perjuangan para ulama, di mana pemikiran dan perjuangan itu adalah sesuatu yang menjadi faktor penting tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai saat ini. Cinta mereka kepada agama sama nilainya dengan cinta mereka kepada agama. Tanpa dipaksa dan tanpa support dana dari negara, mereka terus menanamkan rasa cinta kepada negara dan taat kepada pemerintah, karena begitulah perintah agama yang harus dijalankan. Sungguh, negara sangat berhutang budi pada mereka. Dan haul, adalah wujud sederhana terima kasih generasi saat ini untuk mereka, para ulama.(*)